Summary by:HeraJuarto
Mungkin judul di atas kerap kali terucap manakala kita membicarakan tentang film action yang satu ini. Namun memang benar! Setelah bertahun-tahun kita dijejali dengan berbagai sinetron, film layar lebar serta film-film pendek dengan tema horor, kekerasan dalam rumah tangga, dan percintaan (yang menurut sebagian orang adalah tema universal yang abadi), maka kita kini bisa sedikit ‘lega’ dengan munculnya film Merantau yang notabene bergenre action-dewasa. Dengan mengusung latar belakang adat masyarakat Minangkabau dan masalah social human trafficking, serta adegan laga tentunya, film ini mampu membangkitkan kembali geliat film laga tanah air yang telah tertidur. Bukan hanya itu, penggarapannya yang tidak main-main pun mampu membuat kita terkesima, seolah-olah aksi yang kita tonton itu adalah nyata dan bukan rekayasa belaka. Gerakan perkelahiannya benar-benar riil, tidak kalah dengan adegan laga ala Jackie Chan. Film yang dibintangi oleh Iko Uwais sebagai Yuda (tokoh central) dan disutradarai serta ditulis oleh Gareth Evans ini mampu menyajikan runtutan adegan action yang belum pernah ada di layar lebar Indonesia sebelumnya. Seolah menandai bangkitnya dunia perfilman laga tanah air, mari kita berharap film Merantau ini mampu menjadi pembuka bangkitnya film action Indonesia, alih-alih menjadi yang terakhir untuk film dengan genre tersebut di rancah industri film tanah air. *HJ*
Resensi:
Di Minangkabau, Sumatra Barat, Merantau adalah tradisi yang harus dijalankan setiap anak laki-laki. Yuda (Iko Uwais), pesilat Harimau handal, dalam persiapan akhir untuk memulai perantauannya. Ia harus meninggalkan keluarganya, ibu tercinta, Wulan (Christine Hakim), dan udanya, Yayan (Donny Alamsyah), kenyamanan dan keindahan kampung halamannya, dan membuat nama untuk dirinya di keserabutan kota Jakarta. Nasib mempertemukan Yuda dengan yatim piatu Adit (Yusuf Aulia) dan kakaknya, Astri (Sisca Jessica), yang akan menjadi korban organisasi ilegal human trafficking
Organinsasi yang memperlakukan manusia seperti barang ini dipimpin seorang Eropa berhati batu, Ratger (Mads Koudal) dan tangan kanannya Luc (Laurent Buson). Ketika terluka dalam perkelahian antara Johni (Alex Abbad), para tukang pukulnya dan Yuda, Ratger bersikeras mencari Astri, atau "barangnya", yang berhasil di selamatkan dan ingin pembalasan berdarah setimpal
Perkenalan Yuda dengan kota serabutan ini seperti api yang menyulut ketika situasi memaksanya untuk melarikan diri bersama Astri dan Adit dari kejaran mucikari dan preman-preman yang menguasai malam, menggerayangi setiap jalanan, dan mengejar setiap langkah mereka.
Dengan kebebasan hampir di tangan mereka, Yuda tidak mempunyai pilihan selain melawan orang-orang yang menyerangnya dengan adrenalin tinggi dalam runtunan action yang belum pernah dipersembahkan sebelumnya di layar lebar Indonesia. (from www.merantau-movie.com)
Merantau, bangkitnya film laga tanah air! Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/movies/1922696-merantau-bangkitnya-film-laga-tanah/
Apple akan segera merilis laptop MacBook low-end, yang dibalut dalam warna polycarbonate putih, memiliki konstruksi unibody dan layar LED backlit yang sama dengan laptop Apple lainnya, termasuk juga trackpad multitouch yang ada di line MacBok Pro. Laptop MacBook terbaru dari Apple ini memiliki harga yang sama senilai $999 dengan model yang lama, namun kali ini dilengkapi dengan processor berkecepatan 2.26GHz. Fitur lainnya berupa RAM 2GB 1066MHz, sebuah chip grafis Nvidia GeForce 9400M, juga harddisk 250GB.
Laptop MacBook ini memiliki bentuk yang familiar, namun lebih tipis, dengan bentuk kurva di bagian sudutnya. Seperti laptop MacBook lainnya, MacBook baru ini didukung baterai yang tidak bisa dikeluarkan. Alhasil, di bagian bawah laptop ini tidak memiliki landasan atau feet, seluruh permukaan bawah dilapisi karet, aman untuk kondisi tertentu. Menurut PCWorld mencatat bahwa laptop MacBook unibody ini tidak memiliki port audio-out yang biasa digunakan untuk headphone atau output device lainnya. Namun, port audio-out juga dapat dikombinasikan dengan audio-in, sehingga composer masih dapat merekam lagu melalui headphone.
Model MacBook unibody pertama milik Apple dulunya memiliki port FireWire, yang kemudian juga diaplikasikan di MacBook unibody atau MacBook Pro. Kini, notebook MacBook putih ini tidak dilengkapi dengan port FireWire seperti sebelumnya. Port FireWire tersebut sebenarnya berguna untuk penghubung perangkat keras seperti harddisk, camcorder, dan audio.
B E S I
Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam Al Qur'an. Dalam Surat Al Hadiid, yang berarti "besi", kita diberitahu sebagai berikut:
"…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ...." (Al Qur'an, 57:25)
Kata "anzalnaa" yang berarti "kami turunkan" khusus digunakan untuk besi dalam ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni "secara bendawi diturunkan dari langit", kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki keajaiban ilmiah yang sangat penting.
Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkap bahwa logam besi yang ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang raksasa di angkasa luar.
Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa. Akan tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat. Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut "nova" atau "supernova". Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa.
Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan "diturunkan ke bumi", persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut: Jelaslah bahwa fakta ini tidak dapat diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur'an diturunkan.
Sumber : keajaibanalquran.com
REALITIVITAS WAKTU
Kini, relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara ilmiah. Hal ini telah diungkapkan melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya, manusia belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan waktu dapat berubah tergantung keadaannya. Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Dalam sejarah manusia, tak seorang pun mampu mengungkapkan fakta ini dengan jelas sebelumnya.
Tapi ada perkecualian; Al Qur'an telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat relatif! Sejumlah ayat yang mengulas hal ini berbunyi:
"Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 22:47)
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 32:5)
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun." (Al Qur'an, 70:4)
Dalam sejumlah ayat disebutkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda, dan bahwa terkadang manusia dapat merasakan waktu sangat singkat sebagai sesuatu yang lama:
"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui'." (Al Qur'an, 23:122-114)
Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Al Qur'an, yang mulai diturunkan pada tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Al Qur'an adalah Kitab Suci.
Kota Surakarta ( SOLO )
1. Surakarta Barat :
Ahad
07.15 – 08.30 Ushul Fī Tafsīr Masjid Jajar Ust. Abu Ahmad Rohmat
08.30 – 09.45 Mulakhas Kitab At-Tauhid Masjid Jajar Ust. Abu Ahmad Rohmat
10.00 – 11.15 Arba'in An-Nawawiyah Masjid Jajar Ust. Abu Ahmad Rohmat
15.30 – 16.30 Duraru Al-Bahiyyah Masjid Jajar Ust . Muhammad Na'im
16.30 – 17.30 Syarh Mandlumah Baiquniyah Masjid Jajar Ust . Muhammad Na'im
Ba'da Maghrib At-Targhīb wa At-Tarhīb Masjid Al-Qomar Purwosari Ust. Jauhari
Ba'da Maghrib Syarh Riyādhus Shālihin Masjid At-Taqwa Jajar Ust . Muhammad Na'im
Ba'da 'Isya' Al-Wajīz Masjid At-Taqwa Jajar Ust . Muhammad Na'im
Senin
16.00 – 17.00 Tafsir Juz 'Amma Masjid Jajar Ust. Abu Ahmad Rohmat
( Syaikh Al-Utsaimin )
Ba'da Maghrib Syarh Tsalatsatu Al-Ushul Masjid An-Nūr Gonilan Ust. Abu Izzi Zaid
Ba'da 'Isya' Ushul Qowā-id Fiqhiyah Masjid An-Nūr Gonilan Ust . Muhammad Na'im
Selasa
Ba'da Maghrib Syarh Bulughu Al-Marām Masjid An-Nūr Kerten Ust . Muhammad Na'im
Ba'da Maghrib Firqotu An-Nājiyah Masjid An-Nūr Gonilan Ust. Sukadi al Atsari
Rabu
16.00 – 17.00 Mukhtashar Sirah Nabawiyah Masjid Jajar Ust. Abu Izzi Zaid
Ba'da 'Isya' Tafsir Sy. Abdurrahman As Sa'di Masjid Al Qomar Purwosari Ust . Muhammad Na'im
Kamis
16.00 – 17.00 Tazkiyatu An-Nufus Masjid Kampus 2 UMS Ust. Abu Izzi Zaid
Ba'da Maghrib Syarh Bulughu Al-Marām Masjid Jajar Ust . Muhammad Na'im
Ba'da 'Isya' Mauqif Ahlus Sunnah Masjid Jajar Ust . Muhammad Na'im
Jum'at
-
Sabtu
Ba'da 'Isya' Aqidah At-Tauhid Masjid Al-Qomar Purwosari Ust. Abu Ahmad Rohmat
Syaikh Shaleh Fauzan
Informasi Kajian: Al Akh. Arif Hidayat – Telp. 0818 251 485.
( Siap di ekspos )
2. Surakarta Timur :
Senin
13.00 – 14.30 Syarh 'Aqidah Thahawiyah Masjid Ibnu Sina – RS. Dr. Moewardi Ustd. Abu Ahmad Rohmat
Selasa
14.00 – 15.00 Durūsu Al-Lughah Al-'Arabiyah Masjid Ibnu Sina – RS. Dr. Moewardi Ustd. Sukadi Al-Atsary
Ba'da Maghrib Kitāb At-Tauhīd Masjid Baitu Ar-Rahmān – Jagalan Solo Ustd. Muslim
Rabu
06.30 – 07.30 Kitab Jami' Ahkāmu An-Nisā' Masjid Padirah – Utara Kampus UNS Kentingan Ustd. Muslim
14.00 – 15.00 Syarh Hadits Arba'in An-Nawawiyah Masjid Ibnu Sina – RS. Dr. Moewardi Sesuai Jadwal Panitia
Kamis
14.00 – 15.00 Kitab At-Tauhid Masjid Ar-Rasyād – SMA 1 Ska Ustd. Abu Izzi Zaid
Jum'at
14.00 – 15.00 Syarh Ushul Tsalatsah Mushalla FKU – UNS Kentingan Ustd. Abu Izzi Zaid
( Syaikh Al-Utsaimin )
Sabtu
16.30 – 17.30 1. Ad-Dā-u wa Ad-Dawā' Masjid Padirah – Ustd. Abdul Matin
2. Fathul Mājid Utara Kampus UNS Kentingan Ustd. Muslim
( Syarh Kitab At-Tauhid )
Informasi Kajian: 0818 251 485; 0818 0444 0273; 0852 6903 3969
( Siap di ekspos )
WILAYAH KARANGANYAR, dsk.
1. Palur
Senin
Ba'da Maghrib Taudhihu Al-Ahkām Masjid Ar-Rādhiyah – Gunung Wijil Palur Ustd. Muslim
( Syarh Kitab Bulūghu Al-Marām )
Kamis
Ba'da Maghib Fathu Al-Mājīd Masjid Ar-Rādhiyah – Gunung Wijil Palur Ustd. Muslim
( Syarh Kitāb At-Tauhīd )
Jum'at
Ba'da Magrib 1. Masjid Ar-Rādhiyah – Gunung Wijil Palur Ustd. Muslim
Ba'da 'Isya' 2. Bulūghul Marām Masjid Asy-Syukur – Perum Nusa Indah Ustd. Fauzan
2. Gotanon
Ahad
Selasa
Ba'da Maghrib Durarul Bahiyah Masjid Al Hidayah, Ust. Abu Zakariya
(Fiqh karya As-Syaukani) Gotanon, Jati, Karanganyar.
Sabtu
Ba'da Maghrib Masjid Al Hidayah, Gotanon Ust. Abu Adib
Informasi Kajian: Al Akh. 'Abdurrahman Marsono – 0856 4718 3766
( Siap di ekspos )
WILAYAH KARANG ANYAR KOTA
Masjid raya Karang Anyar Kota
Tiap malam sabtu Ba'da Isya
Ustadz Na'im / Ustadz Jauhari / Ustadz Fauzan
Informasi Kajian: Al Akh. 'Abdurrahman Marsono – 0856 4718 3766
( Siap di ekspos )
WILAYAH: SUKOHARJO, dsk.
1. Sukoharjo Bagian Timur (Sapen, Jati Malang, Klaruan)
Ahad
09.00-11.00 Tazkiyatun Nufus (Ahad Ganjil) Masjid Al Huda, Sapen Ust. Abu 'Izzi
Fathu Al-Mājid Syarh Kitab At-Tauhid Masjid Al Huda, Sapen Ust. Muh. Na'im
Senin -
-
Selasa
Ba'da Isya' Durusul Lughoh jilid 2 Masjid Ar Rohman, Klaruan, Al Akh.Arief P.
Rabu
Ba'da Maghrib Syarh 'Aqidah Al-Wasithiyah Masjid Al Huda, Celungan Ust. Jauhari
( Syaikh Al-Utsaimin ) Sapen, Mojolaban, Sukoharjo
Kamis
Ba'da Isya' Durusul Lughoh jilid 2 Masjid Ar Rohman, Klaruan, Al Akh.Arief P.
Jum'at - - - -
Sabtu
09.15 - 11.00 Al Wajīz (Kitab Fiqh) Masjid Al Huda, Sapen Ust. Abu Zakariya
Ba'da Maghrib Syarh Kitab Tauhid Masjid Nur Hidayah, Jatimalang Ust. Muslim
( Syaikh Shalih Fauzan )
Ba'da Isya' Pengajian Umum Masjid Ar Rohman, Klaruan Ust. Muslim
Informasi Kajian: Al Akh. 'Abdurrahman Marsono – 0856 4718 3766
( Siap di ekspos )
Batasan minimal peserta shalat berjama’ah.
Batasan minimal untuk shalat jama’ah adalah dua orang, seorang imam dan seorang makmum. Jumlah ini telah disepakati para ulama, sehingga Ibnu Qudamah menyatakan: “Shalat jama’ah dapat dilakukan oleh dua orang atau lebih. Kami belum menemukan perbedaan pendapat dalam masalah ini”[1].
Demikian juga Ibnu Hubairah menyatakan: “Para ulama bersepakat batasan minimal shalat jama’ah adalah dua orang, yaitu imam dan seorang makmum yang berdiri disebelah kanannya”.[2]
Shalat berjama’ah sah walaupun makmumnya seorang anak kecil atau wanita, berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu yang berbunyi:
بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ فَقُمْتُ أُصَلِّي مَعَهُ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَأَخَذَ بِرَأْسِي فَأَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ
“Aku tidur dirumah bibiku, lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bangun mengerjakan shalat malam. Lalu aku turut shalat bersamanya dan berdiri disamping kirinya. Kemudian beliau meraih kepalaku dan memindahkanku kesamping kanannya”[3]
Demikian juga hadits Anas bin Malik Radhiallahu’anhu :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِ وَبِأُمِّهِ قَالَ فَأَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ وَأَقَامَ الْمَرْأَةَ خَلْفَنَا
Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam shalat mengimami dia dan ibunya. Anas berkata: “Beliau menempatkanku disebelah kanannya dan wanita (ibunya) dibelakang kami”[4]
Semakin banyak jumlah makmum semakin besar pahalanya dan semakin Allah sukai, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
وَصَلَاةُ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ وَحْدَهُ وَصَلَاةُ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَانُوا أَكْثَرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Shalat besama orang lain lebih baik dari shalat sendirian. Shalat bersama dua orang lebih baik dari shalat bersama seorang. Semakin banyak (yang shalat) semakim disukai Allah Ta’ala”[5]
Hadits ini jelas menunjukkan semakin banyak jumlah jama’ahnya semakin lebih utama dan lebih disukai Allah Ta’ala.
Demikian juga seorang anak kecil yang telah mumayiz boleh menjadi imam menurut pendapat yang rojih. Hal ini berdasarkan hadits Amru bin Salamah Radhiallahu’anhu yang berbunyi:
فَلَمَّا كَانَتْ وَقْعَةُ أَهْلِ الْفَتْحِ بَادَرَ كُلُّ قَوْمٍ بِإِسْلَامِهِمْ وَبَدَرَ أَبِي قَوْمِي بِإِسْلَامِهِمْ فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ جِئْتُكُمْ وَاللَّهِ مِنْ عِنْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقًّا فَقَالَ صَلُّوا صَلَاةَ كَذَا فِي حِينِ كَذَا وَصَلُّوا صَلَاةَ كَذَا فِي حِينِ كَذَا فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا فَنَظَرُوا فَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَكْثَرَ قُرْآنًا مِنِّي فَقَدَّمُونِي بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَأَنَا ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ سِنِينَ
“Ketika terjadi penaklukan kota Makkah, setiap kaum datang menyatakan keislaman mereka. Bapakku datang menyatakan keislaman kaumku. Ketika beliau pulang beliau berkata: “Demi Allah Aku membawakan kepada kalian kebenaran dari sisi Rasulullah”. Lalu berkata: “Shalatlah kalian shalat ini pada waktu ini dan shalatlah ini pada waktu ini. Jika telah masuk waktu shalat, hnedaklah salah seorang kalian beradzan dan orang yang paling banyak hafalan qur’annya yang mengimami. Lalu mereka mencari (imam). Ternyata tidak ada seorangpun yang lebih banyak dariku hafalan Al Qur’annya. Lalu mereka menunjukku sebagai imam dan aku pada waktu itu berusia enam atau tujuh tahun”[6]
Kapan dikatakan mendapati shalat berjama’ah?
Gambaran permasalahan ini adalah seorang datang kemasjid untuk shalat berjama’ah. Kemudian mendapati imam ber-tasyahud akhir, lalu ber-takbiratul ihram. Apakah masbuq tersebut dikatakan mendapatkan pahala berjama’ah bersama imam ataukah dianggap sebagai shalat sendirian (munfarid)?.
Dalam permasalahan ini para ulama berbeda pendapat dalam tiga pendapat:
Pertama: Shalat jama’ah didapatkan dengan takbir sebelum imam salam.
Ini pendapat madzhab Hanafiyah dan Syafiiyah.
Berdalil dengan hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam beliau bersabda:
إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا تَمْشُونَ عَلَيْكُمْالسَّكِينَةُ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
“Jika shalat telah diiqamati, maka janganlahmendatanginya denga nberlari, datangilah dengan berjalan. Kalian harus tenang. Apa yang kalian dapati maka shalatlah dan yang terlewatkan sempurnakanlah”[7]
Dalam hadits ini dinyatakan orang yang mendapatkan imam dalam keadaan sujud atau duduk tasyahud akhir sebagai orang yang mendapatkan, lalu menyempurnakan yang terlewatkan, sehingga orang yang bertakbir ihrom sebelum imam salam dikatakan mendapati shalat jama’ah.
Kedua: Membedakan antara jum’at dan jama’ah. Jika shalat jum’at melihat kepada raka’at dan jama’ah melihat kepada takbir.
Bermakna dalam shalat jum’at seseorang dikatakan mendapati shalat jum’at bersama imam bila mendapati satu raka’at bersama imam. Dikatakan mendapatkan jama’ah bila bertakbir sebelum imam mengucapkan salam. Ini pendapat yang masyhur dari madzhab syafi’i.[8]
Ketiga: Dikatakan mendapati shalat berjama’ah bila mendapati satu rakaat bersama imam.
Ini pendapat madzhab Malikiyah, Imam Ghazaaliy dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Muhammad bin Abdil Wahab dan Abdurrahman bin Naashir As Sa’di telah merajihkannya.[9]
Berdalil dengan hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam beliau berkata:
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ الصَّلَاةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
“Siapa yang mendapatkan raka’at dari shalat maka telah mendapatkan shalat”[10] dan hadits Ibnu Umar yang berbunyi:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ أَوْ غَيْرِهَا فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
“Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat dari shalat jum’at atau selainnya maka telah mendapatkan shalat”.[11]
Sedangkan rakaat dilihat dari ruku’nya sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah yang marfu’ :
إِذَا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ وَنَحْنُ سُجُودٌ فَاسْجُدُوا وَلَا تَعُدُّوهَا شَيْئًا وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
“Jika kalian berangkat shalat dan menemukan kami sedang sujud maka bersujudlah dan jangan dihitung sebagai rakaat. Barang siapa yang mendapatkan raka’at maka telah mendapatkan shalat”[12]
Mereka menyatakan: “Orang yang mendapatkan satu rakaat dari shalat jum’at atau selainnya maka mendapatkan shalat. Demikian juga Shalat jama’ah tidak dianggap mendapatinya kecuali dengan mendapat satu raka’at”.[13]
Pendapat ini dirajihkan Syaikhul Islam dalam pernyataan beliau: “Yang benar adalah pendapat ini, karena hal berikut:
Menurut syari’at, dalam hal ini takbir tidaklah berkaitan dengan hukum apapun, tidak berkaitan dengan waktu dan tidak pula dengan jum’at atau jama’ah atau yang lainnya. Takbir disini adalah sifat yang tidak terkait dengan hukum apapun (Washfun Mulgha) dalam tinjauan syari’at. Maka dari itu tidak boleh menggunakannya sebagai hujjah.
Syari’at hanya mengaitkan status dapat tidaknya shalat berjama’ah dengan mendapati raka’at. Pengaitannya dengan takbir akan meniadakannya.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengaitkan dapatnya shalat berjama’ah bersama imam dengan raka’at. Ini adalah nash permasalahan.
Jum’at tidak didapati seseorang kecuali mendapati raka’at, demikianlah fatwa sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam diantaranya; Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Anas dan yang lainnya. Tidak diketahui ada sahabat yang menyelisihi meeka dalam hal ini. Bahkan sebagian ulama menyatakan hal ini merupakan ijma’ sahabat. Pemisahan hukum jum’at dengan jama’ah disini tidak benar. Oleh karena itu Abu Hanifah meninggalkan ushulnya dan membedakan keduanya. Tapi hadits dan atsar sahabat membatalkan pendapat beliau.
Bila tidak mendapati satu raka’atpun bersama imam, maka tidaklah dianggap mendapati jama’ah. Karena ia menyelesaikan seluruh bagian shalatnya dengan sendirian. Ia tidak terhitung mendapati satupun bagian shalat bersama imam, seluruh bagian shalat dia kerjakan sendirian.[14]
Pendapat ini adalah pendapat yang rajih, Wallahu a’lam bish Shawaab.
Hukum Berjama’ah Dalam Shalat Nafilah.[15]
Shalat nafilah (shalat tathawu’) sangat penting bagi seorang muslim, bahkan ia merupakan pelengkap dan penyempurna shalat fardhu. Melihat pentingnya permasalahan ini perlu diketahui secara jelas hukum seputar jama’ah dalam shalat nafilah.
Nafilah bila ditinjau dari pensyari’atan jama’ah padanya terbagi menjadi dua;
A. Shalat nafilah yang disyari’atkan padanya jama’ah
Shalat nafilah yang disunnahkan berjama’ah adalah:
1. Shalat Kusuf (Shalat gerhana matahari).
Shalat ini disunnahkan berjama’ah dengan kesepakatan para fuqaaha’. Sedangkan shalat gerhana bulan terdapat perselisihan para ulama padanya. Imam Abu Hanifah dan Malik menyatakan tidak disunnahkan, sedangkan imam Syafi’I dan Ahmad menyatakan sunnahnya.
2. Shalat Istisqa’
Disunnahkan berjamaah menurut madzhab Malikiyah, Syafiiyah, Hambaliyah dan dua murid Abu Hanifah yaitu Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat tidak disunnahkannya berjama’ah.
3. Shalat Ied
Disunnahkan berjamaah secara ijma’ kaum muslimin.
4. Shalat Tarawih
B. Shalat nafilah yang tidak disyari’atkan berjama’ah.
Shalat yang disyariatkan melakukannya sendirian tidak berjama’ah sangat banyak sekali, diantaranya shalat rawatib, shalat sunnah mutlaqoh dan yang disunnahkan di setiap malam dan siang.
Tentang hukum melakukan shalat-shalat tersebut berjama’ah terjadi peselisihan diantara para ulama. Madzhab Syafiiyah dan Hambaliyah memperbolehkan berjama’ah, Madzhab Hanafiyah memakruhkannya dan madzhab Malikiyah membolehkan berjama’ah kecuali sunnah rawatib sebelum subuh. Mereka nyatakan hal itu menyelisihi yang lebih utama, selebihnya boleh dengan syarat jama’ahnya tidak banyak dan tidak ditempat yang terkenal, karena takut terjadi riya’ dan munculnya anggapan bahwa hak itu wajib.
Akan tetapi yang benar dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam , beliau pernah melakukan kedua-duanya. Pernah meklakukan shalat sunnah tersebut dengan berjama’ah dan sendirian. Sebagaimana riwayat berikut ini:
a.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ جَدَّتَهُ مُلَيْكَةَ دَعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِطَعَامٍ صَنَعَتْهُ فَأَكَلَ مِنْهُ ثُمَّ قَالَ قُومُوا فَأُصَلِّيَ لَكُمْ قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ فَقُمْتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدْ اسْوَدَّ مِنْ طُولِ مَا لُبِسَ فَقَامَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَفَفْتُ أَنَا وَالْيَتِيمُ وَرَاءَهُ وَالْعَجُوزُ مِنْ وَرَائِنَا فَصَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفَ
“Dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu beliau menyatakan bahwa neneknya yang bernama Mualikah mengundang Rasulullah makan-makan yang dibuatnya. Lalu Rasulullah memakannya dan berkata: “bangkitlah kalian, aku akan shalat berjama’ah bersama kalian”. Anas berkata: aku mengambil tikarkami yang telah berwarna hitam karena lamanya pemakaian dan rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam bangkit. Aku dan seorang anak yatim membuat shof dibelakang beliau, sedang orang-orang tua wanita berdiri dibelakang kami. Rasulullah shalat dua raka’at kemudian pergi”[16]
b.
عَنْ عِتْبَانَ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُ فِي مَنْزِلِهِ فَقَالَ أَيْنَ تُحِبُّ أَنْ أُصَلِّيَ لَكَ مِنْ بَيْتِكَ قَالَ فَأَشَرْتُ لَهُ إِلَى مَكَانٍ فَكَبَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَفَفْنَا خَلْفَهُ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ
“Dari Utbaan bin Maalik bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mendatanginya di rumahnya, lalu berkata: “Dimana dari rumahmu ini yang kamu suka aku shalat untuk mu”. Lalu aku tunjukkan satu tempat. Kemudian beliau bertakbir dan kami membuat shof dibelakangnya. Beliau shalat dua raka’at”[17]
Demikian juga Syaikh Shalih As Sadlaan me-rajih-kan pendapat kebolehannya dengan syarat, sebagaimana pernyataan beliau: “Yang benar dari yang telah kami sampaikan, nafilah boleh dilakukan dengan berjama’ah. Baik nafilahnya adalah sunnah rawatib atau sunnah mustahabbah atau tathawu’ mutlaq. Tapi dengan syarat tidak menjadikannya satu kebiasaan, tidak ditampakkan secara terang-terangan dan dilakukan karena satu sebab seperti diminta tuan rumah atau kerena berbarengan dalam menunaikan sunah, seperti tamu ketika bertamu, seandainya dia dan tuan rumahnya shalat witir berjama’ah, dengan syarat tidak timbul kebid’ahan atau perkara yang tidak dibolehkan oleh Syari’at. Jika terjadi satu dari yang telah disebutkan maka tidak disyari’atkan berjama’ah”.[18]
Kesimpulannya dibolehkan melaksanakan shalat sunnah berjama’ah selama tidak menimbulkan kebid’ahan atau pelanggaran syari’at dan dibutuhkan untuk itu. Wallahu a’lam.
Udzur Yang Memperbolehkan Tidak Menghadiri Shalat Berjama’ah
Diperbolehkan tidak menghadiri shalat berjama’ah dengan sebab-sebab tertentu. Diantara sebab-sebab tersebut:
1. Dingin dan hujan.
Berdasarkan hadits dari Nafi’, beliau berkata:
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ أَذَّنَ بِالصَّلَاةِ فِي لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ ثُمَّ قَالَ أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ ذَاتُ بَرْدٍ وَمَطَرٍ يَقُولُ أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ
“Sesungguhnya Ibnu Umar beradzan untuk shalat pada malam yang dingin dan berangin kencang, kemudian berkata: “Ala Shollu Fi Rihaalikum (Shalatlah kalian di rumah kalian)”. Lalu beliau berkata: “Sesuangguhnya Raasululloh memerintahkan muadzin jika malam dingin dan berhujan mengatakan: “Ala Shollu Firihaal”.(Mutafaqun Alaihi).
2. Sakit yang memberatkan penderitanya menghadiri jama’ah.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala :
وَمَاجَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِن قَبْلُ
“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu“ (QS. Al Hajj 78)
dan Sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam ketika sakit dan tidak bisa mengimami shalat beberapa hari:
مُرُوْا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ لِلنَّاسِ
“Perintahkanlah Abu Bakr agar mengimami manusia”[19]
Ibnu Hazm berkata: “Ini tidak diperselisihkan”[20]
3. Kondisi tidak aman yang dapat membahayakan diri, harta dan kehormatannya.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala :
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al Baqarah 286(
dan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ فَلَا صَلَاةَ لَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ
“Barang siapa yang mendengar adzan lalu tidak datang maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur”[21]
Dalam riwayat Al Baihaqi ada tambahan tafsir udzur disini dengan sakit atau rasa takut (situasi tidak aman). [22]
4. Saat makanan telah dihidangkan dan menahan hajat kecil atau besar.
Berdasarkan hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ
“Tidak boleh shalat saat makanan dihidangkan dan tidak pula ketika menahan buang hajat kecil dan besar”[23]
5. Ketiduran
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :
إِنَّهُ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَّلَاةِالْأُخْرَى فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلْيُصَلِّهَا حِينَ يَنْتَبِهُ لَهَا
“Bukanlah ketiduran tafrith (tercela), akan tetapi tafrith hanya pada orang yang tidak shalat sampai datang waktu shalat yang lainnya. Barang siapa yang berbuat demikian maka hendaklah shalat ketika sadar” [24]
Demikianlah sebagian perkara yang penting yang berhubungan dengan shalat jama’ah. Semoga bermanfaat.
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel UstadzKholid.Com
[1] Al Mughni, 3/7.
[2] Al Ifshah An Ma’aanish Shihaah, 1/155, dinukil dari Shalatul Jam’ah karya Prof. DR. Shalih bin Ghaanim Assadlaan hal 47. lihat juga pernyataan kesepakatan ini dalam Raudhatun Nadiyah karya Shidiq Hasan Khan, 1/308.
[3] Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al Jum’ah, Bab Ma Ja’a fil Witri, no 937
[4] Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya kitab Al Masaajid wa Mawaadhi’ Shalat, bab Jawaazu Al Jama’ah fin Nafilah wash Shalat Ala Hashiir Wa Khamrah no. 1056.
[5] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya, kitab Ash Shalat bab Fi Fadhli Shalatul Jama’ah no.467, An-Nasaa’i dalam sunannya kitab Al Imamah bab Al jama’ah idza kaana Itsnaini no.834, Ahmad dalam Musnad-nya no.20312 dan Al Haakim dalam Mustadrak-nya 3/269. Hadits ini di-shahih-kan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya, 2/366-367, no. 1477.
[6] Diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al Maghaaziy no. 3963.
[7] Diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam Shahih-nya
[8] Lihat Majmu’ Fatawa, 23/331.
[9] Lihat Shalatul Jama’ah hal 50. tentang tarjih mereka ini dapat dilihat dalam kitab Adaab Al Masyi Ila Shalat hal 29 dan Al Mukhtaraat Al Jaliyah Fil Masaail Al Fiqhiyah (dalam Al Majmu’ah Al Kaamilah Li Mualafat Syeikh Abdurrahman bin Naashir Assa’diy, 2/109).
[10] Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya kitab Mawaaqitus Shalat bab Man Adraka Minas Shalat Rakaat no.546 dan Muslim dalam Shahih-nya kitab Al Masaajid wa Mawaadhi’ Shalat, Bab Man Adraka Minas Shalat Rakaat Faqad Adraaka Shalat no. 954
[11] Diriwayatkan oleh An Nasaa’i dalam Sunan-nya kitab Al Mawaaqit Bab Man Adraka Rak’atan Minas Shalat no. 554, Ibnu Maajah dalam Sunan-nya, kitab Iqamatush Shalat Was Sunnah Fiha, bab Ma Ja’a Fiman Adraka Minal Jum’at Rak’atan no.1113 dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya 3/173.
[12] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya kitab Ash Shalat Bab Fi Rajuli Yudrikul Imam Sajidan Kaifa Yasna’ no. 759
[13] Lihat Shalatul Jama’ah hal 51.
[14] Majmu’ Fatawa, 23/331-332 dengan sedikit pemotongan.
[15] Diringkas dari Shalatul Jama’ah, karya Syaikh Shalih As Sadlaan hal 74-78 dengan beberapa perubahan.
[16] Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahih-nya kitab Al Masaajid wa Mawaadhi’ Shalat bab Jawaazu Al Jama’ah Fin Nafilah was Shalat Ala Hashiir wa Khomrah no. 1053
[17] Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya kitab Ash Shalat bab Idza Dahola Baitan Haitsu Syaa no. 406.
[18] Shalatul Jama’ah hal 77-78.
[19] Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya
[20] Al Muhalla, 4/351.
[21] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya, kitab Al Masaajid wal Jama’ah, bab At Taghlidz fi At Takhalluf ‘Anil Jama’ah no. 785. hadits ini di-shahih-kan Al Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Maajah no. 631.
[22] Dibawakan oleh penulis kitab Shalat Jama’ah hal 199 dan dinisbatkan kepada Sunan Al Kubra Al Baihaqi, 1/185.
[23] Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya kitab Al Masaajid wa Mawaadhi Shalat bab Karahatus Shalat Bi Hadhratith Tho’aam no. 869.
Taatilah allah,taatilah rosulmu dan ulil 'amri(pemerintah/ulama) dari kalian...!!!
BARRAKALLAHU FIIKUM
NEW
hoho posting pertama.........:D neh alhamdulillah bisa bikin blog, walau dengan penampilan yang seadanya
ga pa kan....?! ;)
yup...
:)
NEW
telah lahir satu blog